Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul
berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan
golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia),
Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain,
antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno,
yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo,
yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo,
Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri. Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha,
Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta
dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia.
Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara
lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak
menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira
polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik
dan dibunuh. Tanggal 10 September
1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira
polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan
mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri,
diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang
melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang
namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun
Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk
Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika
Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin
Harry S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman
menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka
negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti
layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam
memerangi komunis di seluruh dunia.
Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA
Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA
Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui
radio di Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi
Karesidenan Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan
bahwa pada dia mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah
terjadi pemberontakan PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap
ancaman dari Pemerintah Pusat
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan
melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih:
Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata,
yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di
zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai
pemberontakan PKI Madiun.
Akhir konflik
Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh
pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat
menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September
1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh
pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat
menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan
Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.
Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat
menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar,
kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu
singkat.
Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan
Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat,
bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta
beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah,
sehingga tidak dapat segera ditangkap.
Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan
pendukung Musso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri,
termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi
pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto.
Sumber:
http://hqsa.blogspot.com/2012/05/sejarah-singkat-peristiwa-g-30-s-pki.html
http://www.imammurtaqi.com/2012/02/sejarah-sebenarnya-peristiwa-g30s-pki.html
0 pangalembana:
Posting Komentar